PERENCANAAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang Masalah
Perencanaan atau yang sudah akrab
dengan istilah planning adalah satu dari fungsi manajemen yang
sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat pada kegiatan hidup
kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah rencana akan sangat
mempengaruhi sukses
atau tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu pekerjaan yang baik adalah yang
direncanakan dan dilaksanaka
sesuai dengan yang telah
direncanakan.
Bagi
sebuah lembaga pendidikan, perencanaan menempati posisi strategis dalam
keseluruhan proses pendidikan. Perencanaan pendidikan itu memberikan kejelasan
arah dalam usaha proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga manajemen lembaga
pendidikan akan dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien.
Untuk
memperlancar jalannya sebuah institusi terutama lembaga pendidikan diperlukan
perencanaan, dengan perencanaan akan mengarahkan institusi tersebut menuju
tujuan yang tepat dan benar menurut tujuan institusi itu sendiri. Artinya
perencanaan memberi arah bagi ketercapaian tujuan sebuah sistem, karena pada
dasarnya sistem akan berjalan dengan baik jika ada perencanaan yang matang.
Perencanaan akan dianggap matang dan baik jika memenuhi persyaratan dan
unsur-unsur dalam perencanaan itu sendiri.
Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk merencanakan segala kegiatannya. ” Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Qs.Al-Hasyr:18).
Dari
ayat tersebut dapat dipahami bahwa perlunya perencanaan untuk masa depan,
apakah untuk diri sendiri, pemimpin keluarga, lembaga, masyarakat maupun
sebagai pemimpin Negara.
Namun
apabila dilihat dalam kenyataan kesehariannya, unsur perencanaan pendidikan
masih lebih banyak dijadikan faktor pelengkap atau penjabaran kebijakan
pimpinan, sehingga sering terjadi tujuan yang ditetapkan tidak tercapai secara
optimal. Salah satu penyebabnya adalah para perencana pendidikan masih kurang
memahami proses dan mekanisme perencanaan dalam kontek yang lebih komprehensif.
Selain itu, posisi bidang perencanaan belum merupakan key factor keberadaan suatu institusi pendidikan.
Dalam makalah ini pemakalah akan membahas beberapa masalah
terkait pengertian, urgensi, tingkatan-tingkatan,
langkah-langkah, bentuk-bentuk, pendekatan dan teknik perencanaan lembaga
pendidikan
Islam.
2. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan konsep perencanaan dalam
lembaga pendidikan Islam secara komprehensif, dan diharapkan dapat memperkaya
khazanah pengetahuan penulis dan pembaca di bidang perencanaan pendidikan.
Selain
dari tujuan tersebut, penulisan makalah ini juga dimaksudkan untuk memenuhi
salah satu tugas perkuliahan Administrasi Manajemen Pendidikan Islam pada
semester 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. H. Asnawir.
B. Pembahasan
1. Pengertian
Perencanaan
Pengertian
perencanaan mempunyai beberapa rumusan yang berbeda satu dengan lainnya.
Cuningham sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. Made Pidarta menyatakan bahwa
perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi,
dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan
memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan
perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan dalam penyelesaian[1]. Perencanaan dalam pengertian ini menitikberatkan kepada
usaha untuk menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang
akan datang serta usaha untuk mencapainya.
Definisi
lain menyatakan bahwa perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang (what
is) dengan bagaimana seharusnya (what should be) yang berkaitan
dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program,dan alokasi sumber.[2]
Perencanaan di sini menekankan pada usaha mengisi kesenjangan antara keadaan
sekarang dengan keadaan pada masa yang akan datang yang sesuai dengan apa yang
dicita-citakan.
Bintoro
Tjokroamidjojo menyatakan bahwa perencanaan dalam arti luas adalah proses mempersiapkan
kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu. Sedangkan menurut Muhammad Fakri perencanaan dapat diartikan sebagai
proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan
datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih lanjut Muhammad Fakri
menyatakan bahwa perencanaan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses
pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang
ditentukan[3]. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dianalisis bahwa
dalam menyusun perencanaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. berhubungan dengan masa depan
b. seperangkat kegiatan
c. proses yang sistematis
d. hasil dan tujuan tertentu
Sejalan
dengan pengertian perencanaan di atas, maka yang dimaksud dengan perencanaan
pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk
kegiatan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan dengan cara yang
optimal dalam pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh dari suatu
negara[4].
Menurut Coombs, Perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan
yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan
tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat
Sedangkan
menurut Beeby C.E sebagaimanan dikutip oleh Asnawir menyatakan bahwa
perencanaan pendidikan adalah penerapan ramalan dalam menentukan kebijaksanaan,
prioritas, ekonomi dan politik, potensi sistem untuk berkembang, kepentingan negara
dan pelayanan masyarakat yang mencakup dalam sistem tersebut.[5]
Dari
kutipan tersebut dapat dipahami bahwa perencanaan merupakan aplikasi dari
pemikiran yang tersusun untuk mencapai keinginan bersama. Dengan demikian
perencanaan yang disusun merupakan konsep yang aplikatif dan oprasional. Dapat
juga merupakan aktifitas untuk mengambil keputusan.
Dari
beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa ada beberapa unsur penting
yang terkandung dalam perencanaan pendidikan, yaitu :
a. Penggunaan analisis yang bersifat
rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan, termasuk di dalamnya
metodologi dalam perencanaan.
b. Proses pembangunan dan pengembangan
pendidikan. Artinya perencanaan
pendidikan dilakukan dalam rangka perbaikan pendidikan atau reformasi
pendidikan.
c. Prinsip efektifitas dan efesien,
artinya dalam perencanaan pendidikan perlu dipikirkan aspek ekonomis.
d. Kebutuhan dan tujuan peserta didik
dan masyarakat, regional, nasional dan internasional, artinya perencanaan
lembaga pendidikan hendaknya mencakup aspek internal dan eksternal dari
organisasi sistem lembaga pendidikan. Dengan demikian
perencanaan pendidikan sekedar untuk internal lembaga pendidikan, anak didik,
lebih dari itu pertimbangan lingkungan masyarakat sebagai pengguna sekaligus
penerima hsil perlu dipertimbangkan, termasuki juga kebutuhan regional,
nasional dan internasional. Dengan kata lain, menyusun perencanaan hendaknya
bersifat universal untuk jangka pendek dan jangka panjang yang kesemuanya
bermuara kepada kebutuhan dan tujuan universal.
Dari beberapa
definisi tentang perencanaan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
konsep yang ada dalam pengertian perencanaan pendidikan adalah:
a. Suatu rumusan rancangan kegiatan yang ditetapkan
berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan
b. Memuat langkah atau prosedur dalam proses kegiatan
untuk mencapai tujuan pendidikan
c. Merupakan alat kontrol pengendalian perilaku warga satuan
pendidikan (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, komite sekolah)
d. Memuat rumusan hasil yang ingin dicapai dalam proses layanan
pendidikan kepada peserta didik; dan
e. Menyangkut masa depan proses pengembangan dan pembangunan
pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih berkualitas.[6]
2. Pentingnya
Perencanaan Pendidikan Islam
Perencanaan
mempunyai posisi yang penting dalam sebuah organisasi, tanpa adanya perencanaan
maka jalannya organisasi tidak jelas arah dan tujuannya. Oleh karena itu
perencanaan penting karena :
a. Dengan adanya perencanaan diharapan
tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan.
b. Dengan perencanaan, maka dapat
dilakukan suatu perkiraan (forecasting ) terhadap hal-hal dalam masa
pelaksanaan yang akan dilalui.
c. Perencanaan memberikan kesempatan
untuk memilih berbagai alternative tentang cara terbaik atau kesempatan untuk
memilih kombinasi cara yang terbaik.
d. Dengan perencanaan dapat dilakukan penyusunan
skala prioritas.
e. Dengan adanya rencana, maka akan ada
suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi
kerja
Dengan
demikian perencanaan mempunyai peranan penting dalam organisasi publik maupun
dalam organisasi yang bersifat pribadi. Dengan adanya perencanaan akan
dimungkinkan untuk memprediksi kerja dimasa yang akan datang, bahkan akan mampu
memprediksi kemungkinan hasil yang akan dicapai.
Disamping
arti penting perencanaan pendidikan sebagaimana disebut di atas, perencanaan
pendidikan yang baik juga dapat:
1. Meningkatkan kualitas kegiatan atau
aktivitas layanan pendidikan anak secara maksimal, baik menyangkut aspek
akademik atau non akademiknya. Hal ini disebabkan seluruh aktivitas warga
sekolah harus berdasarkan pada program yang telah disusun dengan baik dalam
suatu perencanaan pendidikan secara sistematik dan integral.
2. Mengetahui beberapa sumber daya
internal dan eksternal yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara maksimal, dan
juga mengetahui beberapa kendala, hambatan dan tantangan yang akan dihadapi
dalam upaya pencapaian tujuan. Hal ini disebabkan, suatu perencanaan pendidikan
yang baik pasti akan memuat tentang beberapa peluang dalam mencapai tujuan dan
prediksi tantangan atau hambatan yang akan muncul, serta strategi yang harus
dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut.
3. Memberi peluang pada setiap warga
sekolah dalam meningkatkan beragam kemampuan, keahlian atau ketrampilan
secara maksimal, dalam rangka mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
4. Memberikan kesempatan bagi pelaksana
program untuk memilih beberapa alternatif pilihan tentang metode atau strategi
atau pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan perencanaan pendidikan, agar
efektif dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
5. Memudahkan dalam pencapaian tujuan
pendidikan, karena perencanaan pendidikan yang baik selalu dirancang dengan
tahapan-tahapan pelaksanaan program layanan pendidikan (jangka pendek, menengah
dan panjang), disamping itu telah disusun skala prioritas sasaran tujuan yang
akan dicapai.
6. Memudahkan dalam melakukan evaluasi
tentang seberapa besar pencapaian tujuan layanan pendidikan yang telah diraih,
karena dalam perencanaan pendidikan yang baik selalu merumuskan
indikator-indikator pencapaian tujuan dan instrumen apa yang dipakai dalam
mengukur keberhasilan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan.
7. Memudahkan dalam melakukan revisi
program layanan pendidikan dan proses penyusunan perencanaan pendidikan
berikutnya, sesuai dengan dinamika dan perkembangan kehidupan
sosial-budaya[7]
3. Tingkatan
Perencanaan Pendidikan Islam
Perencanaan
pendidikan disusun secara bertingkat, dimana masing-masing tingkatan memiliki
tujuan masing-masing yang saling mendukung, tingkatan perencanaan ini dapat dibedakan
menjadi:
a. perencanaan
pendidikan makro, yaitu perencanaan pendidikan yang bersifat nasional atau
sering disebut dengan perencanaan pendidikan nasional, yang berlaku di seluruh
negara kesatuan RI dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Perencanaan pendidikan makro ini disebut juga dengan ‘sistem pendidikan
nasional (Sispenas);
b. perencanaan
pendidikan mikro, yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dan disesuaikan
dengan kondisi otonomi daerah masing-masing. Dalam perencanaan pendidikan
mikro, secara teknis perlu memperhatikan:
1) ketentuan/ standar;
2) kondisi geografis dan
demografis; dan
3) infrastruktur yang ada di
daerah,
sedangkan secara non teknis perlu
memperhatikan:
1) aspirasi dan peran serta
masyarakat terhadap pendidikan;
2) kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik
dan kamanan daerah;
c. perencanaan pendidikan sektoral, yaitu
kumpulan program atau kegiatan pendidikan yang menekankan pada sektor tertentu,
namun tetap ada keterkaitan dengan sektor lainnya;
d. perencanaan
pendidikan kawasan, yaitu perencanaan pendidikan yang memperhatikan kawasan
lingkungan tertentu sebagai pusat kegiatan pendidikan, misalnya perencanaan
pendidikan kawasan pesisir, kawasan pinggiran kota;
e. perencanaan
pendidikan proyek, yaitu perencanaan operasional yang menyangkut implementasi
kebijakan untuk mencapai tujuan, misalnya perencanaan proyek unik sekolah baru
SMK.[8]
4. Langkah-Langkah
Perencanaan Pendidikan Islam
Perencanaan
merupakan kegiatan yang harus dilakukan pada tingkat permulaan dan merupakan
aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan yang tertuju pada
tercapainya maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Adapun langkah-langkah
perencanaan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Menentukan dan merumuskan
tujuan yang hendak dicapai
- Meneliti masalah-masalah atau
pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan
- Mengumpulkan data-data atau
informasi-informasi yang diperlukan
- Menentukan tahapan-tahapan atau
rangkaian tindakan
- Merumuskan bagaimana masalah -
masalah akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaan-pekerjaan itu harus
diselesaikan
- Menentukan siapa yang akan
melakukan dan apa yang mempengaruhi pelaksanaan dari tindakan tersebut
- Menentukan cara bagaimanamengadakan
perubahan dalam penyusunan rencana[9]
Sedangkan
menurut Banghart and Trull sebagaimana yang dikutip oleh Udin Syaifuddin Sa’ud,
ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan
pendidikan, antara lain:
- Tahap need assessment,
yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang
diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap
satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan
memberikan masukan tentang:
(1) pencapaian program sebelumnya;
(2) sumber daya apa yang tersedia, dan
(3) apa yang akan dilakukan dan bagaimana
tantangan ke depan yang akan dihadapi.
b. Tahap formulation of goals
and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak
dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi,
misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment)
layanan pendidikan yang diperlukan.
c. Tahap policy and priority
setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan
dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus
dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar
memudahkan dalam pencapaian tujuan.
d. Tahap program and project
formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan
operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek
akademik dan non akademik.
e. Tahap feasibility testing,
yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya
internal/ eksternal; atau sumber daya manusia/ material). Apabila perencanaan
disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan
menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
f. Tahap plan implementation,
yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh:
(1) kualitas sumber daya manusianya (kepala
sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa);
(2) iklim atau pola kerjasama antar unsur
dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (team work)
yang handal; dan
(3) kontrol atau pengawasan dan pengendalian
kegiatan selama proses pelaksanaan atau implementasi program layanan
pendidikan.
g. Tahap evaluation and
revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi)
tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan,
sebagai feedback(masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan
revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Selanjutnya
dalam menyusun perencanaan harus diperhatikan syarat-syarat sebagaiberikut :
a. Perencanaan harus didasarkan atas
tujuan yang jelas
b. Bersifat sederhana, realistis dan
praktis
c. Terinci dan memuat segala uraian
serta klasifikasi kegiatan dan rangkaian tindakan, sehingga mudah dipedomani
dan dijalankan
d. Memiliki fleksibelitas sehingga
mudah disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi dan situasi
e. Diusahakan agar tidak terjadi
duplikasi dalam pelaksanaan[10]
5. Bentuk-Bentuk
Perencanaan Pendidikan Islam
Menurut
Asnawir ada tujuh jenis-jenis perencanaan,yang kesemua
itu dilihat dari sudut pandang berbeda, di antara jenis-jenis perencanaan
tersebut adalah;
a. Dilihat dari segi waktu, dari segi
waktu perencanaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Perencanaan jangka panjang, yang
termasuk dalam perencanaan jangka panjang adalah rentang waktu 10 sampai 30
tahun. Perencanaan jangka panjang ini bersifat umum, dan belum terperinci.
2) Perencanaan jangka menengah, jangka
menengah biasanya mempunyai jangka waktu antara 5 sampai 10 tahun.
3) Perencanaan jangka pendek, yaitu
perencanaan yang mempunyai jangka waktu antara 1 tahun sampai 5 tahun.
b. Dilihat dari segi sifatnya
perencanaan dibagi menjadi dua yaitu :
1). Perencanaan kuantitatif, yang
termasuk perencaan kuantitatif adalah semua target dan sasaran dinyatakan
dengan angka-angka.
2). Perencanaan kualitatif adalah
perencanaaan yang ingin dicapai dinyatakan secara kualitas.
c. Perencanaan
dari segi luas wilayah, perencanaan pendidikan dipandang dari segi luas wilayah
dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1). Perencanaan
lokal, yaitu perencanaan yang disusun dan ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang
ada di daerah-daerah dengan sifat yang terbatas.
2) Perencanaan
regional adalah perencanaan yang diteta[kan di tingkat propinsi
3). Perencanaan
nasional, adalah perencanaan di suatau negara dan dijadikan dasar untuk
perencanaan lokal dan regional.
4). Perencanaan
internasional yaitu perencanaan oleh beberapa negara yang melewati batas-batas
suatu negara yang dilaksanakan melalui wakil-wakil dari negara-negara tersebut.
d. Perencanaan dari segi luas
jangkauan terbagi menjadi dua yaitu:
1).Perencanaan makro yaitu perencanaan yang
bersifat universal, menyeluruh dan meluas.
2) Perencanaan
mikro adalah perencanaan yang ditetapkan dan di susun berdasarkan kondisi dan
situasi tertentu.
e. Dari
segi prioritas pembuatnya perencanaan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1).Perencanaan
sentralisasi, yaitu perencanaan yang ditentukan oleh pemerintah pusat pada
suatu negara.
2).Perencanaan
desentralisasi yaitu perencanaan yang di susun oleh masing-masing wilayah.
3). Ketiga
perencanaan dekonsentrasi yaitu perencanaan gabungan antara sentralisasi dengan
desentralisasi.
f. Dari segi obyek perencanaan
dibagi menjadi dua, yaitu:
1). Perencanaan rutin yaitu
perencanaan yang di susun untuk jangka waktu tertentu yang dilakukan setiap
tahun.
2). Perencanaan eksendental, yaitu
perencanaan yang di susun sesuai dengan kebutuhan yang mendesak pada saat
tertentu.
g. Dari segi proses, perencanaan
dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
1).Perencanaan
filosofikal, yaitu perencanaan yang bersifat umum, hanya berupa konsep-konsep
dari nilai yang bersifat ideal dan masih memerlukan penafsiran-penafsiran dalam
bentuk program.
2).Perencanaan
programial adalah perencanaan berupa penjabaran dari perencanaan filosofikal.
3).Perencanaan
operasional yaitu perencanaan yang jelas dan dapat dilakukan.[11]
6. Beberapa
Pendekatan dan Teknik Perencanaan Pendidikan Islam
Menurut
para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan
kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower
approach); pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan
pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini
akan dijelaskan secara singkat keempat pendekatan perencanan pendidikan
tersebut :
a. Pendekatan kebutuhan sosial
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut
pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak
dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada:
1)
tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan
pendidikan dasar;
2)
pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari
tuna aksara (buta huruf); dan
3)
pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari
penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan.
Oleh
karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada
negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi
masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial
ekonominya.
Apabila
pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang
perencanaan pendidikan, antara lain:
1)
melakukan analisis tentang pertumbuhan penduduknya;
2)
melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam
pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang
berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi
dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan;
3)
melakukan analisis tentang dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari
sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas,
kelulusan, dan dropout;
4)
melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis
layanan pendidikan di sekolah;
5)
melakukan analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan,
dan dapat difungsikan secara maksimal dalam proses layanan pendidikan; dan
6)
melakukan analisis tentang keterkaitan antara output satuan
pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan sosial di masyarakat
Ada
beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam
perencanaan pendidikan. Diantara sisi positif pendekatan ini antara lain:
1)
pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara
yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan
masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf; dan
2)
pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan
dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang
pendidikan akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan
langsung bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh
masyarakat.
Sedangkan
sisi kelemahan pendekatan kebutuhan sosial ini antara lain:
1)
pendekatan ini cederung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan
masyarakat pada saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan
pendidikan dasar sebesar-besanya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi
pembiayaan pendidikan;
2)
pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kuantitas (jumlah yang terlayani
sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas
pendidikan, oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros;
3)
pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang
diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau outputpendidikan
cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini; dan
4)
pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi
kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif.
Disamping
itu pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang komprehensif dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan
sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan yang lain kurang diperhatikan.
b. Pendekatan ketenagakerjaan
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan
antara output (lulusan) layanan pendidikan di setiap satuan
pendidikan dengan tuntutan atau keterserapan akan kebutuhan tenaga kerja di
masyarakat. Apabila pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan
pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1)
melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh
dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin;
2)
melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan
ketrampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka mampu
menyesuaikan diri secara cepat (adaptif) terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia kerja; dan
3)
mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan
mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, oleh
karena itu perlu dilakukan analisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara
lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri (link and match).
Ada
beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan yang menggunakan
pendekatan ketenagakerjaan, yaitu:
Pertama, beberapa kebaikan dari pendekatan
perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain:
1)
proses pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai
aspek korelasional yang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan
masyarakat; dan
2)
pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antara lembaga
pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk
meminimalisir terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia
industri-usaha.
Kedua, beberapa kelemahan dari pendekatan
perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain:
1) mempunyai peranan yang terbatas terhadap
perencanaan pendidikan, karena pendekatan ini telah mengabaikan peran sekolah
menengah umum, dan lebih mengutamakan sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi
kebutuhan dunia kerja. Dalam realitasnya masih banyak lulusan sekolah menengah
kejuruan yang menganggur (output-nya tidak terserap di dunia kerja);
2)
perencanaan ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara
permintaan dan persediaan; dan
3)
tujuan utamanya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, sedangkan disisi lain
tuntutan dunia kerja selalu berubah-ubah (bersifat dinamik) begitu cepat,
sehingga lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu mengantisipasinya
dengan baik
c. Pendekatan keefektifan biaya
Pendekatan
ini berorientasi pada konsep Investment in human capital (investasi
pada sumber daya manusia). Pendekatan ini sering disebut pendekatan
untung rugi. Diantara ciri-ciri pendekatan ini antara lain:
1)
pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu perencanaan
pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis;
2)
pendekatan ini didasarkan pada asumsi, bahwa:
(a)
kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang
baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi
masyarakat;
(b)
sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan
tingkat pendidikannya;
(c)
perbedaan pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas
pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya;
3)
perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya
meningkatkan kualitas SDM (penguasaan Iptek), dan dengan tersedianya kualitas
SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat; dan
4)
program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati
prioritas pembiayaan yang besar.
Ada
beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan dengan pendekatan
keefektifan biaya, yaitu.
Pertama, kelebihan pendekatan keefektifan
biaya, antara lain:
(a)
perencanaan pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan
keuntungan ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap
kurang produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiensi investasi; dan
(b)
pendekatan ini selalu memilih alternaif yang menghasilkan keuntungan lebih
banyak daripada biaya yang dikeluarkan.
Kedua, kelemahan pendekatan keefektifan
biaya, antara lain:
a)
akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost
and benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur
keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang;
b)
sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit)
yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan
layanan pendidikan sebelumnya;
c)
pendekatan ini mengabaikan hubungan antara penghasilan seseorang dengan faktor
internal individu (misalnya, motivasi, disiplin nurani, kelas sosial, orientasi
hidup individu, dan sejenisnya), dan hanya melihat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan penghasilan;
d)
perbedaan pendapatan seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan
kemampuan produktivitas individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan
yaitu faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok; dan
e)
keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan
finansial (material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial-budaya
(Abin, S. Makmun, dkk. 2001; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
d. Pendekatan integratif
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai
pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada ketiga pendekatan
di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan ‘pendekatan sistemik atau
pendekatan sinergik’. Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif
adalah, bahwa perencanaan pendidikan yang disusun berdasarkan pada:
1)
keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan
pengembangan sosial (kelompok);
2)
keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan
juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk
mempersiapkan studi lanjut;
3)
keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan
layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya
integrasi sosial-budaya;
4)
keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya
internal maupun sumber daya eksternal;
5)
konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan
(pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan ‘suatu sistem’;
dan
6)
konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan)
melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas
pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan
pendidikan. Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi
pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah: kepala
sekolah, guru, siswa, komite sekolah, pengawas sekolah, dan dinas pendidikan
Sedangkan
kelebihan dan kelemahan pendekatan perencanaan pendidikan integrasi atau
terpadu adalah:
Pertama, kelebihan pendekatan terpadu
antara lain:
1)
semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan
pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang;
2)
dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang
secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan,
siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi
secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing;
3)
peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih
efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar
bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut
partisipasi aktif dari semua warga sekolah;
4)
perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau
dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang
begitu tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi;
(5)
pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu
mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun
sikap mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional atau
komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di
masyarakat; dan
(6) output dari
proses layanan pendidikan pada peserta didik akan lebih menampilkan
potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas
kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.
Kedua, kelemahan pendekatan terpadu
antara lain:
1)
pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik
dan tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau
kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas
2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro
(Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang
betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang professional masih kurang
dari 20 %, atau kurang lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki
kualifikasi sebagai guru yang profesional[12].
Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang
integratif;
2)
perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen
kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam
realitasnya masih banyak dijumpai pola pengelolaan manajemen di setiap
satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS); dan
3)
perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM),
dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya
dalam melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai: (a) pemberi pertimbangan
(advisory); (b) pendukung (supporting); (c) pengontrol (controlling);
dan (d) mediator. Dalam realitasnya keempat peran tersebut belum terlaksana
dengan baik di setiap lembaga atau satuan pendidikan.
Jadi,
uraian tentang kelemahan pendekatan integratif atau terpadu atau sistemik
sejatinya tidak menyangkut ranah konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada
tataran unsur pendudukung dalam pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena
itu secara konseptual pendekatan perencanaan integrasi merupakan pendekatan
yang paling baik apabila dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih
bersifat parsial (sektoral). Hal yang paling kunci untuk mendukung pelaksanaan
program pendidikan pada perencanaan pendidikan integratif adalah: (a) terus
mendorong pengembangan kualitas SDM warga sekolah; (b) terus meningkatkan
kualitas manajemen satuan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip MPMBS; dan (c)
terus meningkatkan kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan
pendidikan.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Uraian
tentang perencanaan pendidikan tersebut di atas dapat diambil pokok-pokok
kajian sebagai kesimpulan sebagai berikut.
Pertama,
bahwa konsep yang ada dalam pengertian perencanaan pendidikan, paling
tidak mengandung lima hal, yaitu: (a) suatu rumusan rancangan kegiatan
yang ditetapkan berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan; (b) memuat
prosedur dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan; (c)
merupakan alat kontrol pengendalian perilaku warga satuan pendidikan; (d)
memuat rumusan hasil yang ingin dicapai dalam proses layanan pendidikan kepada
peserta didik; dan (e) menyangkut masa depan proses pengembangan dan
pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih berkualitas.
Kedua,
manfaat perencanaan pendidikan adalah dapat digunakan sebagai: (a) standar
pelaksanaan dan pengawasan proses layanan pendidikan; (b) media pemilihan
berbagai alternatif langkah strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya
pencapaian tujuan pendidikan; (c) media mengefisiensikan dan mengefektifkan
pemanfaatan beragam sumber daya lembaga pendidikan; (d) media untuk memudahkan
dalam berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait,
dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan; dan (e) alat dalam
mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan pendidikan.
Ketiga, beberapa tahapan yang
semestinya harus dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
(a) tahap need assessment; (b) tahap formulation of goals and objective;
(c) tahap policy
and priority setting;(d)tahap program
and project formulation; (e) tahap feasibility testing; (f) tahap plan implementation; dan (g)
tahap evaluation and revision for future plan.
Keempat, ada beragam pendekatan
perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach);
pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung rugi
(cost and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost
effectiveness approach).
2. Saran
Demikian penulisan makalah ini, dengan harapan
semoga bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini baik dari sistematika maupun isinya,
untuk itu penulis berharap adanya masukan dari dosen pembimbing maupun semua
yang membaca makalah ini.
KEPUSTAKAAN
Asnawir.
Administrasi Pendidikan. IAIN IB Press. Padang. 2005
http://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/
konsep – perencanaan – pendekatan – dan –model - perencanaan-pendidikan
H.A.R Tilaar. Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian
Pendidikan Masa Depan). PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung 1998
Pidarta
Made. Perencanaan Pendidikan Parsipatori. PT. Rineka Cipta. Jakarta, 2005
Sa’ud
Syaifuddin Udin dan Syamsuddin Abin. Perencanaan Pendidikan. PT. Rosda
Karya, Bandung. 2005
[1] Prof. Dr. Made Pidarta,
Perencanaan Pendidikan Parsipatori, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, h. 1
[2]
ibid
[3] Udin Syaifuddin Sa’ud dan Abin
Syamsuddin, Perencanaan Pendidikan, Bandung: Rosda Karya, 2005, h.4
[4] Ibid, h. 27
[5] Prof. Dr. H. Asnawir, Administrasi Pendidikan, IAIN IB Press, 2005,
h. 15
[6] http://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/
konsep – perencanaan – pendekatan – dan –model - perencanaan-pendidikan
[7] Tilaar.H.A.R.. Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian
Pendidikan Masa Depan). Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.. 1998.h.
[8] Op cit.
[9] op.cit. h. 16
[10] op cit. h. 17
[11] Loc cit, h. 19
[12] http://drarifin.wordpress.com,
op cit